Seiring
perkembangan zaman, pengetahuan manusia akan terus berkembang, pandangan pun
akan berubah. Ditinjau dari hak warga Negara Indonesia yang tercantum dalam UUD
1945 pasal 27 ayat 2, menyatakan bahwa: tiap-tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dan UU Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB IV pasal 5 ayat (1) dan (2), yaitu
(1) setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu, (2) warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Dengan ini,
berhasil membuka pemikiran tentang menyelamatkan kehidupan anak berkebutuhan
khusus.
Ganda
Sumekar (2009:3) berpendapat bahwa :
Anak
Berkebutuhan khusus (ABK) ialah anak-anak yang mengalami penyimpangan, kelainan, atau ketunaan dalam segi fisik,
mental, emosi, dan sosial, atau gabungan dari hal-hal tersebut sedemikian rupa
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan yang khusus, yang disesuaikan
dengan penyimpangan, kelainan, atau ketunaan mereka.
Hal
ini menjelaskan bahwa ABK memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk
mengembangkan kemampuan dan potensi mereka. Sistem pendidikan di Indonesia
sekarang sedang dihangatkan dengan Pendidikan Inklusif. Pendidikan yang memahami
karakteristik setiap anak guna untuk memperbaiki mutu pendidikan.
Menurut
Sapon-Shevin dalam O’Neil (1994) “pendidikan Inklusif adalah suatu sistem
layanan pendidikan yang mengisyaratkan kepada anak yang berkebutuhan khusus
untuk belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman
yang seusianya.”
Dengan adanya pendidikan inklusif,
ABK dapat memperoleh akses dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara
bersama-sama dengan anak normal lainnya. Pendidikan ini memperhatikan
keberagaman, tidak adanya diskriminasi. Namun, perlu diketahui bahwa pendidikan
inklusif bukan berkonsep bahwa anak berkebutuhan khusus berada di tengah-tengah
anak normal, tetapi layanan pendidikan ini berorientasi dalam rangka memenuhi
kebutuhan setiap anak dengan keunikan atau keberagaman.
Keberhasilan pendidikan inklusif
tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, baik dari dukungan masyarakat, guru,
orang tua, pemerintah, dan lain sebagainya. Dalam pendidikan inklusif ini,
pengajaran akan disesuaikan dengan kurikulum kemampuan dan gaya belajar setiap
anak, sehingga membutuhkan guru khusus dalam membantu anak berkebutuhan khusus
di sekolah umum, seperti guru GPK (Guru Pendamping Khusus).
Menurut
Skjorten (dalam Pengantar Pendidikan Inklusif:2003), GPK berfungsi untuk
mendampingi guru kelas dalam menyiapkan kegiatan yang berkaitan dengan materi
belajar, mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam menyelesaikan tugasnya
dengan pemberian instruksi yang singkat dan jelas, memilih dan melibatkan teman
seumur untuk kegiatan sosialisasinya, menyusun kegiatan yang dapat dilakukan di
dalam kelas maupun di luar kelas, mempersiapkan anak berkebutuhan khusus pada
kondisi rutinitas yang berubah positif, menekankan keberhasilan anak
berkebutuhan khusus dan pemberian reward yang
sesuai dengan pemberian konsekwensi terhadap perilaku yang tidak sesuai,
meminimalisasi kegagalan anak berkebutuhan khusus, memberikan pengajaran yang
menyenangkan kepada anak berkebutuhan khusus, menjalankan Program Pembelajaran
Individual (PPI).
Dengan
tatacara pelaksanaan sistem pendidikan inklusif yang baik, anak berkebutuhan
khusus akan mempunyai hak kesamaan dalam memperoleh pendidikan dengan anak
normal tanpa harus terdiskriminasi. Sehingga dapat membantu mewujudkan sekolah
ramah anak, dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Daftar Pustaka :
Lestari, Dewi. 2013. “Tugas dan
Peran Guru Pendamping (Shadow Teacher)”. Blogger.com (anakabk.wordpress.com/2013/03/20/tugas-dan-peran-guru-pendamping-shadow-teacher/).
Diakses 30 April 2014.
Sumekar,
Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan Khusus. UNP
Press: Padang.
Syamsir,
2009. Pendidikan Kewarganegaraan.
AKBID Yayasan “Ranah Minang”: Padang.